Kamis, 07 Juni 2012

pOtensi alumni

Belakangan, sepertinya ada tren bagi para alumni mengadakan pertemuan atau silaturrahmi dengan mengusung berbagai topik yang intinya adalah “kangen-kangen-an” atau “malapeh taragak”. Sebagian besar, silaturrahmi digelar di sekolah atau kampus dimana para alumni berasal. Acara semacam ini bisa menghabiskan dana hingga ratusan juta rupiah terkesan hura-hura dan mubazir. 

Memang, kadang-kadang ada juga kegiatan alumni yang memberikan kontribusi berupa bantuan atau sumbangan, apakah itu berupa pemikiran dan uang untuk kemajuan pendidikan di almamaternya. Namun setelah acara usai, maka selesailah. Kalaupun ada kelanjutannya dengan membentuk arisan anggota untuk tetap menjaga silaturrahmi, namun biasanya akan ramai pada awal-awal pembentukannya. Sayangnya, kemudian jumlah anggota yang hadir semakin berkurang dan porsi pertemuanpun mulai jarang. Bisa saja karena kesibukan masing-masing anggota, atau karena topic pembicaraan mengenang masa lalu sudah habis. Akibatnya, pertemuan itupun menjadi tidak menarik lagi. 

Agar pertemuan alumni tetap menjadi hal yang menarik, ada baiknya bila pertemuan anggota diisi dengan pembahasan konstruktif dan bermanfaat buat anggota dan masayakat pada umumnya. Misalnya membentuk kelompok usaha seperti koperasi. Adanya kelompok usaha maka percakapan bergeser ke hal-hal yang lebih serius dan manfaat. Kalaupun intensitas pertemuan sering dilakukan, tapi obralan tidak lagi membosankan. Pertemuan yang semula sekedar silatuh rahmi dapat meningkat menjadi semacam pertalian keluarga yang mengikat dan bertanggung jawab karena adanya usaha kelompok Ikatan senasib dimasa lalu merupakan salah satu potensi menumbuhkan kepercayaan bersama dalam ikatan badan usaha. 

Keberadaan anggota alumni sangatlah potensial dalam membentuk usaha kecil dan menengah baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dengan jumlah alumni relatif besar akan mudah mengumpulkan modal usaha sebagai salah satu syarat menggerakan usaha 

Kenapa koperasi? Karena koperasi salah satu wadah yang dapat menampung banyak anggota dan ideal memberdayakan keragaman keahlian anggota. Semua anggota merasa memiliki dalam arti sebenarnya. Apalagi domisili anggota berlainan daerah merupakan salah satu potensi antara lain untuk penyebaran usaha, memudahkan distribusi atau saling memasok kebutuhan antar wilayah. Tentunya sistem administrasi terpusat dengan menggandalkan jaringan internet, disamping cepat, murah juga memudahkan memposting data sesuai standar sistem akuntansi. 

Koperasi dengan modal awal 500 juta rupiah bersumber dari simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, dengan kebersamaan mengumpulkan dana sebesar itu tidak terlalu sulit. Fokus usaha yang memiliki tingkat resiko minimal di wilayah perkotaan adalah bergerak dibidang jasa dan broker hasil bumi di pedesaan. Dipilih hasil bumi diharapkan secara langsung dan tidak langsung membantu masyarakat pedesaan yang masih banyak hidup dibawah garis kemiskinan. Selain itu, hasil bumi adalah kebutuhan sebagian besar lapisan masyarakat. Apabila kondisi usaha sudah mapan dan membaik tentunya perlu usaha lanjutan yaitu menghasilkan barang olahan untuk mendapatkan nilai tambah. 

Di wilayah perkotaan usaha Jasa yang tingkat resikonya relatif lebih kecil seperti memasok kebutuhan kantor ATK, Percetakan, Advertising, ticketing, transportasi dan sebagainaya. Diperkotaan tinggal mencari informasi kebutuhan kantor tempat bekerja para anggota apa saja yang memungkinkan dapat digarap koperasi. 

Di pedesaan bebarapa usaha pertanian yang mudah dan cepat panen antara lain menanam pohon sengon/ jengjeng (=sunda), menjadi broker hasil bumi ( singkong, ubi, kentang , kacang tanah kacang hijau, kacang kedele dsb). Prinsipnya hasil bumi yang tidak cepat busuk. Sebagai contoh usaha budi daya pohon Sengon. Pada dasarnya tanah di daerah pedesaan relatif murah sehingga modalnya lebih kecil. Dengan dana yang tersedia akan mendapatkan lahan lebih luas, tentunya pendapatan lebih besar juga. Perawatan sengon dapat diserahkan kepada petani setempat. Mereka diperkenankan menanam sayuran atau palawija dengan sistem tumpang sari. Hasil panen akan mereka nikmati sendiri, atapi baik juga ikut membantu pemasaran hasil panen mereka. 

Berikut asumsi pendapatan budi daya pohon Sengon secara hitungan kasar. Lahan satu hektar dapat ditanami 3.300 batang bibit pohon Sengon (dengan jarak tanam 1m X 3m) dan biaya produksi 30 juta Selama 5 tahun, masa panen tiga kali. Diawali dengan 660 batang pohon pada tahun ke tiga harga perkubik 300 ribu rupiah. Tahun ke empat harga perkubik 400 ribu rupiah dan menjadi 500 ribu perkubiknya pada tahun kelima. Maka pada tahun kelima akan memperoleh hasil sekitar 630 an juta. Apabila diperhitungkan potensi kerugia 12 % maka besaran laba : 630jt – 30 jt – ( 12% x 630 jt = 75 jt) = 525 juta rupiah. Artinya pendapatan sebesar 9 juta rupiah perbulan. Nilai yang menggiurkan tentunya. 

Contoh lainya menjadi pemasok singkong kepada industri olahan sepeti pabrik keripik singkong, pabrik pembuatan tepung topioka dan gaplek. Apabila menanam sendiri dengan menyewa lahan keuntungan yang diharap akan berlipat. Berikut asumsi pendapatan menanam singkong . Lahan satu hektar dapat ditanam sebanyak 11.000 stek singkong akan menghasilkan 30.000 kg singkong dengan masa panen 6 – 8 bulan, Biaya produksi berkisar 6 juta rupiah. Sedangkan harga jual di tempat 400 ribu rupiah. Jadi, laba yang diharapkan sebesar 6 juta rupiah. Apabila di jual ke pengepul atau ke industri langsung keuntungan semakin besar. Rasionya menarik juga. 

Tentu saja keberadaan unit-unit usaha harus satu wilayah dengan anggota karena harus memahami kondisi lapangan dan ikut mengelola secara langsung walau sekedar pengawas. Dan banyak lagi pola-pola usaha misalnya pola kemitraan dengan pengrajin di masing-masing wilayah. Banyaknya anggota merupakan tulang punggung membangun net work usaha dan informasi, disamping itu dapat memberikan beasiswa pada almamater atau memberdayakan keluarga anggota alumni yang masih memerlukan uluran tangan. Mau mencoba? ** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar